Bichan,
Apa kabarmu di sana? Apakah masih mengingatku dengan baik? Ah, kau bercanda saja. Kamu ini Janji, ingat tidak? Jangan bilang kau sudah pikun, sayang. Usiamu bukan usia pikun, bukan juga usia yang masih ingin bermain-main.
Mas Janji, rindukah dirimu padaku? Apakah dahsyatnya mengalahkan sejuknya fajar yang ingin kuhabiskan denganmu? Aku rindu padamu. Subuh lebih sering kulewatkan sendiri tanpamu. Apakah itu yang namanya kebersamaan? Rindu mana lagi yang ingin kudustakan?
Beberapa hari ini, aku seperti merasa orang paling bodoh. Aku merasa akulah orang mengharap banyak padamu, tapi mungkin cuma akulah yang paling jauh mengerti jalan pikirmu. Anggaplah aku selalu salah dan kau yang benar. Tiap detik aku lewati dengan takut, takut kehilangan dan dihantui sepi. Tiap detik, namaku semakin memudar, tergantikan oleh seseorang bernama (R) disana .
Aku ingin kita berteman dengan Sabar dan Pengertian. Demi lautan terdalam dan gunung tertinggi, aku menyayangimu dan takutku semakin menjadi ketika ego memisahkan. Tolong (sayang)*, ajari aku untuk bersahabat dengan Sabar dan Pengertian. Beri aku contoh bagaimana namaku semakin kuat, untuk pada suatu saat aku mengalahkan lautan dan gunung itu. Biarkan aku sejenak bertapa dalam Gua Kedewasaan agar ku tak takut gelap lagi.
Demi rindu yang tak terbendung ini, akan kita lahirkan anak, bernama Restu. Biar dia yang akan selalu menemani hari kita sampai tua nanti. Ah, tentu saja sampai kita berjalan dengan tumpuan tongkat kebijaksanaan.
Sebentar lagi sudah berganti fajar, ya. Jadi, maukah kau mengajariku? Bukankah langkah kita ke depan lebih berat? Ajari aku. Ajari aku. Ajari aku, Harap!
Untuk kamu Mas Janji
Yang sedang bahagia bersama (R) Gorgeous disana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar